Akhir
– akhir ini kita telah mengetahui masalah yang sedang dihadapi oleh seluruh
masyarakat Indonesia, khususnya bagi orang – orang muslim. Seorang Gubernur DKI
Jakarta saat ini Basuki Tjahja Purnama, atau lebih akrab di sapa dengan Ahok
beberapa waktu lalu telah melontarkan perkataan yang menyulut kemarahan umat
Muslim di Indonesia bahkan di seluruh Dunia.
Bertempat di Pulau Seribu, Ahok
secara terang-terangan telah melecehkan Al-Qur’an dalam kampanyenya itu. Tentu
perilaku Ahok ini sudah semestinya mendapatkan teguran atau hukum dari negara
karena telah menistakan agama dengan menghina Al-Qur’an.
Bangsa
Indonesia yang biasa dikenal sebagai bangsa yang ramah dan toleran akhirnya
tercorang oleh sikap Ahok. Bukan hanya saat peristiwa ini saja. Namun, jika
kita perhatikan secara keseluruhan, Ahok beberapa kali telah melukai hati
rakyat Indonesia, terutama di Jakarta. Dia pernah membentak seorang ibu dan
dituduhnya sebagai maling dengan teriakan yang keras, hingga ibu itu menangis
karena perilaku Ahok itu. Memang politik di Indonesia masih “tajam ke bawah dan
tumpul ke atas”.
Artinya, pejabat – pejabat yang melakukan perbuatan salah atau
melanggar hukum hanya sebagian saja yang ditindak pidanakan, sedangkan orang –
orang lemah yang tidak memiliki harta melimpah, diperlakukan seenak mereka
bahkan melampaui batas keadilan hukum.
Selain
itu, di sebuah acara Tv yang disiarkan live sekalipun, Ahok tetap mengatakan
pertkataan yang tidak seharusnya dia keluarkan. Berkata-kata kotor di acara Tv
bukanlah hal yang wajar, apalagi jika dilakukan oleh seorang Gubernur DKI
Jakarta. Hal ini tidak bisa diterima karena seorang pemimpin seharusnya menjadi
contoh dan teladan bagi seluruh rakyatnya.
Sikap
Ahok sudah seharusnya mendapat tindakan oleh aparat kepolisian dan penegak
hukum. Dalam UUD, Ahok jelas telah melanggar hukum atas
perbuatanya tersebut. Bahkan MUI juga telah mengeluarkan surat keputusan yang
menyatakan bahwa Ahok bersalah atas
tuduhan menistakan Agama. Aneh, jika polisi tidak segera menyelesaikan masalah
ini secepatnya dan menyeret Gubernur DKI Jakarta ini ke penjara.
Demo
telah terjadi dimana – mana, seperti Jakarta, Bandung, Bekasi, Bogor, Aceh,
Medan, Surakarta, Sulawesi, Kuningan, dan berbagai daerah – daerah lainnya yang
tidak menerima pernyataan Ahok ketika melakukan kampanye di Pulau Seribu ini.
Demo ini sebagai bukti nyata bahwa umat Islam di seluruh Indonesia tidak terima
penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, dan hal ini harus
diselesaikan secara hukum yang ada. Indonesia adalah negara Hukum, jika Ahok
tidak ditindak oleh kepolisian dengan segera, maka serahkan permasalahan ini
kepada Umat Islam untuk menegakkan keadilan di bumi pertiwi.
Kemerdekaan
Indonesia merupakan salah satu bukti nyata yang diperjuangkan oleh santri dan
ulama di pelosok negeri. Mereka rela mengorbankan harta dan nyawa demi
membaskan bangsa indonesia dari para penjajah. Sejarah juga menyatakan bahwa
perang yang terjadi di Surabaya, tangaal 10 November dilakukan oleh para santri
dan ulama. Mereka bergerak setelah KH Hasyim Asy’ari menyerukan Resolusi Jihad
kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melawan penjajah. Mereka menggunakan
alat seadanya untuk melawan para penjajah.
Berbeda dengan musuh yang telah
menggunakan peralatan canggih. Namun, dengan izin Allah SWT, Bangsa Indonesia
mampu meraih kemerdekaanya. Jadi sangat wajar jika umat Islam di Indonesia
sangat marah ketika agamanya dihina dan dilecehkan oleh siapapun termasuk Ahok.
Karena adanya bangsa Indonesia saat ini tidak terlepas dari perjuangan para
santri, ulama, dan seluruh umat Islam di Indonesia.
Sebagai
umat Muslim tentu kita tidak boleh diam saja dalam mengatasi masalah ini. Darah
para santri, ulama dan umat muslim di Indonesia yang telah dikorbankan demi
meraih kemerdekaan NKRI, menjadi pemicu semangat Umat Islam di Indonesia demi
menjaga hukum dan keadilan negara ini dari pejabat – pejabat bejat dan
pelanggar hukum negeri ini. Mereka harus segera diadili, di hukum, dan ditindak
oleh polisi supaya rakyat Indonesia masih mempercayai bahwa Indonesia adalah
negara “Hukum”.