Wayang adalah seni pertunjukan asli Indonesia yang
berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di
beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa
budaya wayang yang terpengaruh oleh Jawa Hindu.
Asal usul wayang telah ada sejak 1500 tahun sebelum Masehi.
Wayang lahir dari para cendikia nenek moyang suku Jawa di masa silam. Pada masa
itu, wayang diperkirakan hanya terbuat dari rerumputan yang diikat sehingga
bentuknya masih sangat sederhana. Wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh
nenek moyang dan dalam upacara-upacara adat Jawa. Pada periode selanjutnya,
penggunaan bahan-bahan lain seperti kulit binatang buruan atau kulit kayu mulai
dikenal dalam pembuatan wayang. Adapun wayang kulit tertua yang pernah
ditemukan diperkirakan berasal dari abad ke 2 Masehi.
Perkembangan wayang terus terjadi. Cerita-cerita yang
dimainkan pun kian berkembang. Adapun masuknya agama Hindu di Indonesia pun
telah menambah khasanah kisah-kisah yang dimainkan dalam pertunjukan wayang.
Kisah Mahabrata dan Ramayana merupakan 2 contoh kisah yang menjadi favorit pada
zaman Hindu Budha di masa itu. Kedua epik ini dinilai lebih menarik dan
memiliki kesinambungan cerita yang unik sehingga pada abad ke X hingga XV
Masehi, kedua kisah inilah justru yang menjadi cerita utama dalam setiap
pertunjukan wayang.
Kegemaran masyarakat pada wayang juga menjadi sarana bagi para
ulama dan pendakwah agama Islam di Indonesia untuk memikat hati setiap masyarakat
yang pada saat itu mayoritas beragama Hindu / Budha. Hingga akhirnya masyarakat
semakin tertarik kepada ajaran Islam yang mengajarkan budi pekerti dan tidak
mengenal kasta.
Seiring dengan persebaran Islam di Indonesia, ketika ada pertunjukan
yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia mulai dilarang. Munculah
boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, di mana saat pertunjukan yang
ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal
sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat
yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Para Wali Sembilan di Jawa, sudah membagi wayang menjadi
tiga. Wayang Kulit di timur, wayang wong di jawa tengah dan wayang golek di
Jawa barat. Adalah Raden Fatah dan Sunan Kali Jaga yang berjasa besar. Carilah
wayang di Jawa Barat, golek ono dalam bahasa jawi, sampai ketemu wong nya isi
nya yang di tengah, jangan hanya ketemu kulit nya saja di Timur di wetan
wiwitan. Mencari jati diri itu di Barat atau Kulon atau kula yang ada di dalam dada
hati manusia. Maksud para Wali terlalu luhur dan tinggi filosofi nya.
Wayang itu tulen dari
Jawa asli, pakeliran itu artinya pasangan antara bayang bayang dan barang asli
nya. Seperti dua kalimah syahadat. Adapun “Tuhan masyrik wal maghrib” (Tuhan Timur
dan Barat) itu harus di terjemahkan ke dalam bahasa jawa dulu yang artinya
wetan kawitan dan kulon atau kula atau saya yang ada di dalam. Carilah tuhan
yang kawitan pertama dan yang ada di dalam hati manusia.
Sunan Kalijaga juga berdakwah dengan menggelar pertunjukan
wayang dan memainkannya untuk mengundang banyak orang datang. Dalam pertunjukan
itu, beliau menyisipkan pesan moril dan dakwah islam secara perlahan agar
masyarakat yang mayoritas masih memeluk Hindu dan Budha itu tertarik untuk
mengetahui Islam lebih dalam.
Dari perkembangannya, pertunjukan wayang juga mulai diiringi
dengan segala perlengkapan alat musik tradisional gamelan dan para sinden.
Kedua pelengkap ini dihadirkan Sunan Kalijaga untuk menambah semarak
pertunjukan wayang sehingga lebih menarik untuk di tonton.
Wayang kini kian dikenal hingga mancanegara. Beberapa jenis wayang juga sudah
dikembangkan untuk memperkaya khasanah dunia perwayangan. Beberapa contoh
wayang tersebut misalnya wayang golek, wayang orang, Wayang Kulit, Wayang Kayu,
Wayang Orang, Wayang Rumput, dan Wayang Motekar.